CARA MENULIS KOMEDI!!! (MENURUT SYAFRI)
Salah satu bentuk kegembiraan dalam hidup adalah kelucuan. Dan salah satu cara menebar kegembiraan berbentuk kelucuan adalah dengan menuliskannya.
Bagaimana caranya menulis lucu?
Sebenarnya menulis komedi adalah sesuatu yang berat. Iya. Saya harus mematahkan semangat kamu supaya tidak termotivasi. Karena ini bukan cuma artikel motivasi. Kalau mau semangat, sana baca buku-buku motivator yang ada kata ‘rejeki’–nya atau ‘kaya’–nya! Hihihi.
Kenapa? Kenapa menulis lucu itu berat? Begini. Berbeda dengan menulis roman(tis) atau horor yang pembacanya bisa tetap diam dengan muka datar, meski hati terbuai atau ketakutan karena bacaannya, pembaca tulisan lucu akan lebih spontan dalam mengekspresikan bacaannya. Dia tidak akan menahan tawanya. Tidak akan tertukar dengan ekspresi lainnya.
Berbeda dengan orang yang membaca roman. Dia bisa menahan keterbuaiannya, menutup dulu bukunya, berjalan ke tepi pantai, menyibak rambut yang tertiup angin, lalu guling-gulingan sambil bergumam dalam hati, “Oh. Alangkah benarnya pujangga itu. Cinta memang gila…..” #Kemudian hilang terseret ombak.
Pembaca horor pun demikian. Dia bisa saja sangat takut. Tapi mukanya biasa saja. Paling dia cuma celingak-celinguk, menutup bukunya, lalu pindah ke tempat ramai untuk kembali membaca. Tak ubahnya perpindahan tempat duduk dari satu pojokan ke pojokan lainnya seorang pembaca gratisan di toko buku. Sulit dibedakan apakah dia takut atau hanya pegal-bokong atau malu sama satpam.
Nah, kalau komedi, ukurannya sangat jelas: yang baca ketawa. Minimal tersenyum. Senyum ini biasanya bentuk tertawa dalam hati. Jadi, kalau kamu bikin tulisan lucu tapi yang baca pingsan, berarti kamu gagal. Itulah beratnya.
Tapi, beratnya menulis lucu tidaklah seberat membalikkan telapak tangan tentara. #Baru nih saya berubah jadi motivator. Dia berat hanya karena ukurannya yang jelas. Tapi, ngapain juga terbebani dengan ukuran itu? Toh, kita enggak bakal bela-belain banget ngintip orang yang lagi baca tulisan kita. Apalagi ngintip dia lagi nyisir. Ngapain?!
Jadi siapa orang yang bisa dijadikan ukuran lucu atau nggak? Siapa yang tawanya harus kita lihat?
Siapa lagi kalau bukan kita sendiri? Siapa lagi kalau bukan penulisnya? Nah, jadi malah mudah, kan, menulis lucu itu? Yang penting lucu menurut kita. Barulah kita boleh beraharap bahwa itu lucu juga buat orang lain.
Pada dasarnya, menulis komedi hanya memindahkan kelucuan dari bentuk belum tertulis ke tertulis. Kelucuan itu sendiri sudah ada di dalam hidup. Namun, bentuknya masih berupa ingatan kejadian atau masih dalam bentuk lisan.
Dengan demikian, yang lebih penting dari cara menuliskan komedi itu adalah: mengalami kelucuan. Kamu harus mengalaminya lebih dulu, kemudian menuliskannya.
Jika dibagi dalam bentuk tahapan, maka menjadi:
Pramenulis: Alami kelucuan. Membaca, menonton, bergaul, bercengkrama, berpergian, berjualan, dan kegiatan lain yang membuat kita bersentuhan dengan alam semesta.
Menulis: Pindahkan semua kelucuan yang sudah dialami ke dalam bentuk tulisan. Untuk teknik menulis silakan baca artikel atau buku lain, atau belajar lagi pelajaran Bahasa Indonesia.
Pascamenulis: Baca lagi. Biasanya ada hal-hal yang bisa kamu tambahkan yang bisa membuat bagian yang tadinya tidak lucu menjadi lucu, atau yang lucu semakin lucu. Hati-hati. Jangan sampai yang sudah lucu jadi tidak lucu.
Untuk menjadi penulis komedi yang paling penting memang tahap pramenulis. Kamu harus mengalami banyak hal yang berpotensi untuk dibuat lucu. Jadi, tidak mesti mengalami kelucuan. Apa yang kamu alami tidak mesti sudah lucu. Bisa saja itu hal serius. Tinggal kamu lucukan. Jadi, dalam bergaul juga jangan hanya dengan orang-orang lucu saja, tapi juga orang-orang jayus, orang-orang serius, sampai orang-orang galak.
Misalnya, guru jayus atau killer. Kalau kamu bergaul dengan beliau, pasti kamu dapat ide untuk menulis kelucuan, yang akan berbeda dengan kelucuan orang-orang yang bergaul dengan orang yang sudah lucu.
Ada satu keuntungan yang didapat oleh penulis komedi yang sulit didapatkan oleh penulis lain. Penulis komedi itu tidak takut kurang, luput, atau absurd.
Risetnya tidak perlu dalam-dalam untuk menulis cerita. #Emang dikata mau gali sumur? #Riset bukanlah perasaan, jadi tak perlu dalam-dalam. Dengan begitu, dia akan lebih bebas berimajinasi, dan naskahnya lebih cepat selesai. Misalnya, dalam novel saya yang berjudul Telor Mata Syafri (Bukune), temanya adalah yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari yang membosankan, tetapi saya mengkomedikannya sehingga tidak lagi terasa bosan.
Selain menjadi genre utama, komedi memang kerap kali dijadikan bumbu penyedap dalam genre tulisan lain. Kalau kamu biasa menulis lucu, tulisan kamu dengan jenis yang lain akan lebih kaya rasa. Komedi memang bisa dituangkan ke dalam berbagai jenis tulisan. Termasuk buku resep. Misalnya:
Tanpa komedi: Setelah dipanggang selama 15 menit, angkat, lalu tiriskan. Sajikan untuk 5 orang.
Dengan komedi: Setelah dipanggang 15 menit, angkat, lalu tiriskan. 15 menit adalah waktu yang cukup bagi Anda untuk berdiskusi dengan 5 orang yang akan anda suguhkan menu ini. Alihkanlah rasa lapar mereka dengan berdiskusi tentang sejarah kemerdekaan RI atau teknologi gadget terkini.
Selamat mencoba!
Komentar
Posting Komentar